Gunung Guntur, Si Kecil Nyelekit 1
Perjalanan mendaki yang menurut saya sangat super. Awalnya saya diajak seorang teman kuliah namannya Gina, yang kebetulan orang Garut. Saya langsung mengiyakan ajakannya, lumayan sekalian liburan karena saat itu memang sedang libur semesteran. Sekitar satu tahun lalu 6 Juni 2015.
Kami sibuk mempersiapkan apa saja yang harus dibawa. Sebenarnya saat itu bukan pendakian saya pertama. Sebelumnya saya pernah ke Ciremai Majalengka. Dan saat itu yang saya pikirkan adalah “cuma 2.249 mpdl,” itu lebih pendek daripada Ciremai.
Saya belum kenal dengan teman yang lainnya, hanya kenal dengan teman sekelas yang saya kenal berjumlah enam orang perempuan. Sebagian nya lima orang laki-laki dari jurusan sebelah.
Kita berangkat dari Cibiru menggunakan motor. Kira-kira membutuhkan 2jam hingga kita sampai di kaki gunung Guntur. Saya tidak terlalu ingat dengan jalannya karena mau naik mobil ataupun motor saya pasti tidur, hanya ingat saat jalan memasuki perkampungan warga yang letaknya dekat dengan pom bensin.
Kami sibuk mempersiapkan apa saja yang harus dibawa. Sebenarnya saat itu bukan pendakian saya pertama. Sebelumnya saya pernah ke Ciremai Majalengka. Dan saat itu yang saya pikirkan adalah “cuma 2.249 mpdl,” itu lebih pendek daripada Ciremai.
Saya belum kenal dengan teman yang lainnya, hanya kenal dengan teman sekelas yang saya kenal berjumlah enam orang perempuan. Sebagian nya lima orang laki-laki dari jurusan sebelah.
Kita berangkat dari Cibiru menggunakan motor. Kira-kira membutuhkan 2jam hingga kita sampai di kaki gunung Guntur. Saya tidak terlalu ingat dengan jalannya karena mau naik mobil ataupun motor saya pasti tidur, hanya ingat saat jalan memasuki perkampungan warga yang letaknya dekat dengan pom bensin.
kita memarkirkan kendaraan di rumah rw. Beristirahat sejenak sebelum akhirnya melanjutkan perjalanan.
Kita mulai trekking jam 5 sore. Langit disana saat itu sudah mulai menggelap. Ini pertama kali nya saya melakukan perjalanan malam. Agak takut, tapi lumayan pengalaman. Masalahya mata saya yang agak bermasalah dan kacamata saya gampang berembun membuat takut.
Diawal perjalanan kualitas nafas saya sudah gak baik. Itu emang penyakit bawaan lahir. Rasanya ingin kembali ke camp pendaftaran. Cemen memang. Tapi berhubung gak enak sama yang ngajak saya paksakan saja.
Nyanyi gak jelas, ngobrol ngaler ngidul, teriak-teriak, foto-foto padahal udah gelap. Masih bisa ketawa-ketiwi.
Sampai akhirnya pukul 18.30 kita istirahat di pos terakhir sebelum melanjutkan ke atas. Nah di pos itu kita bisa mengambil air di aliran sungai. Kata teman saya namanya curug Citiis kalo tidak salah.
Kejadian menakutkan dan konyol terjadi saat kita sedang gogoleran[1]. Serasa ada yang melempar batu keatas kepala saya dan kedua teman saya. Awalnya kami tidak pedulikan, tapi temannya saya mauli takut dan bangun dari tidurnya. Ia menyenter ke arah atas temapt batu itu berasal, siapa sangka babi hutan yang besar nya lebih dari badanku sedang bermain-main di atas kepala kita.
Ini yang baru saya tau, di Guntur masih banyak babi hutan berkeliaran. Kenyataan tersebut membuat nyali saya kembali ciut. Perjalanan malam dan babi hutan.
Sebuah seruan dari salahsatu teman laki-laki, Ijal saya memanggilnya. Kamu atau mungkin hanya saya yang menggapnya seorang guide Guntur ah pemimpin. Ia pernah menginjakan kaki di puncak Guntur, jadi dialah yang berada di dapan.
Jadilah kita kembali jalan, saat itu kira-kira pukul 19.30 mungkin. Entah saya tak melihat jam ataupun hape. Yang ada dipikiranku hanya cepat sampai puncak bagaimanapun caranya.
Berhubung gelap, saya tak bisa terlalu menggambarkan bagaimana jalannya, yang saya rasakan hanya batu kerikil. Oh ya saya saat dalam perjalanan dari Cibiru, saya searching dahulu bagaimana kontur Guntur.
Saya membaca salahsatu blog yang membahas tentang gunung Guntur. Ya Guntur adalah gunung tandus. Teman saya malah menebutnya gunung botak.
Katanya jika kita ingin mencicipi Semeru tapi belum berani atau apapun itu, kita bisa ke Guntur. Karena Guntur memilki kontur yang hampir sama dengan Semeru.
Saat perjalanan malam itu, tidak terasa jika jalur pendaki sangat miring. Mungkin karna gelap jadi kita tidak melihat jalan.
Saat itu tinggal saya, Bugus, Enggal dan Ochin perempuan yang masih ada di belakang. Juga laki-laki yang berusaha menyemangi kita sekaligus menolong kita untuk tetap pada jalur. Udjo dan Ihsan.
Tidak terasa dingin saat perjalanan tersebut. Beberapa saat kita mulai agak lelah, kesal dan ingin sekali menangis. Bahkan saya terus berkata “ieu masih jauh?”[2] “asa teu nepi-nepi”[3] dengan tidak bosannya Udjo berkata, “dikit lagi da,”. Ah sudah berapa kali dia bilang begitu.
Hingga akhirnya suara tangis pecah dari seorang Enggal. Saya ia sudah mulai kesal dengan perjalanan ini. ia terus bergumam , “gua gak mau gini-ginian lagi”.
Titik patok kita saat itu adalah salah satu pohon yang kata Udjo dekat dengan puncak satu. Kita bisa liat pohon itu, tapi semakin kita berjalan tapi berasa semakin jauh. Dan kita semakin membrodong pertanyaan 'mana po'on nya' 'ini kita udah lewatin po'on, kok pucaknya gak nyampe".
Jam udah menunjukan pukul 23.30 WIB. Bayangkan, kita ada ditengah-tengah jalur pendakian Guntur tengah malam, kabut sudah mulai datang dan jarak pandang sedikit. Ditambah babi hutan. super duber freak moment.
Kita terus berteriak memanggil nama orang-orang sudah berada di puncak satu. Satu dua kali tidak ada yang menjawab. Tiga empat belum juga ada yang menjawab. Akhirnya entah teriakan keberapa ada yang menjawab teriakan kita.
Mendengar suara tersebut kami langsung bersemangat dan mulai berjalan menyusul mereka. Yaaa akhirnya kita sampai di puncak pertama.
Disini kita mendirikan tiga tenda. Dan akhirnya tidur, sebelum besok kita lanjut berjalan ke puncak paling atas.
Lanjut ke pos-an selanjutnya...
[1] Tiduran
[2] Ini masih jauh?
[3] Kok gak nyampe-nyampe?
Istirahat sambil nunggu Pale |
0 comments