Gunung Guntur, Si Kecil Nyelekit 2

by - 1:11 AM

Ku buka retseleting tenda. Ku pandnang di sekeliling. Ku hirup udara. Dingin? Tidak terlalu. Tapi segar. Berbeda dengan Kota Bandung yang kini mulai seperti ibu kota.

Mata masih belum fokus. Kulihat empat orang laki-laki. Ijal, Pale, Tama, Udjo. Mereka tengah mengobrak abrik nesting sertas kompor gas mini.

Aku tersenyum. Mereka tetap asik dengan kegiatan mereka. para perempuan tengah asik berfoto ria di belakang tenda. Merekapun tengah berdiskusi tentang kembali naik menuju puncak.

Fitri ikut memasak makan. Sekedar sup ayam instant, kornet, nasi dan mie. Sedangkan yang lain menyeduh air untuk susu dan kopi. Ini adalah bagian paling menyenangkan menurutku. Kalo kalian tahu lagu Mahameru milik Dewa19, dalam lagu ini terdapat lirik seperti ini

“mereguk nikmat coklat susu, menjalin persahabatan dalam hangatnya tenda”

Thats true! Momen paling menyenangkan adalah saat bangun dari tidur, dan mengobrol di alam terbuka bersama teman. Bukan hanya teman tim, tapi dengan teman baru yang juga mendirikan tenda disana.

Selesai makan, akhirnya kita semua (kecuali Pale) melanjutkan perjalan ke puncak. Jalur? Salurnya sebelas duabelas dengan yang malam kita lalui. Hanya trek ini lebih bersahabat daripada yang malam.

Setengah perjalanan kita (perempuan) masih happy-happy. Masih bisa selfi (tentu saja) dan bergosip (?). Namun tak lama Enggal, Ike dan Ifka memutuskan kembali ke tenda karena merasa tak kuat. Tinggallah aku, Fitri, Gina dan Bugus serta para laki-laki.

Seperti biasa, aku dan Bugus menduduki peringkat bawah. Kami kembali tertinggal.

Kabut kembali menutup pandangan, sialnya aku tidak pakai kacamata. Dengan langkah hati-hati kami melangkah. Hingga akhirnya aku sampai di puncak. Ku panggil Bugus, “gus, nyampe puncak nih”.

Senyum terlihat dari bibir Bugus. Sejenak kita duduk, melihat kesekliling yang masih tertutup kabut. Takut, karena tak tahu harus berjalan ke kiri atau ke kanan. Di tengah kebingungan itu, kami masih sempat membuat video euporia kesenangan sampai puncak.

Ada suara teriakan dari sebelah kiri, dan kami ikuti. Ternyata mereka sudah samapai. Dengan cepat kita kembali berfoto ria. Seperti kebiasaan orang-orang kami berfoto memegang kertas. Tapi tntang kami pendaki yang bertanggung jawab kok. Kami kembali memasukan kembali kertas yang sudah dipakai ke dalam tas.

Setelah asik berfoto ria kita kembali membuat video. Kita berlari-lari tidak jelas sambil berteriak.

Yang menarik dari puncak ini adalah ada lubang seperti kawah. Dan jika kita sentuh tanahnya makan akan terasa hangat. Dan kita dengan asiknya bersauna disana.

Dan kabut mulai menipis, bergantikan terang cahaya mentari. Keempat laki-laki itu beranjak dari kawah sauna. Mereka baranjak ambil membersihkan baju yang kotor karena pasir. Udjo kembali mengambil tas nya kembali.

“turun sekarang?” tanya ku pada mereka. mereka masih belum menjawab. Hingga ankhirnya salahsatu dari mereka melenggang ke arah kiri. Jika turun harusnya ke kanan.

“yok kita lanjut ke top puncak, terserah sih mau ikut apa engga” kata Tama. Fitri dan Gina dengan bersemangatnya ikut dengan keeempat laki-laki itu. Tingglah aku dan Bugus yang awalnya memutuskan untuk turun.

Kita berpikir, dan akhirnya memutuskan untuk ikut menuju top puncak. Karena sayang juga jika kita kembali turun.

Untuk menuju puncak, kita harus menuruni dulu puncak 2. Lalu kembali mendaki ke top puncak. Trek nya hampir sama dengan puncak 2. Tapi karena sudah terlalu siang, panas mulai menempel di kulit. Tapi kita masih tetap bersemangat.

Tak begitu lama, akhirhnya kita sampai di top puncak. Senyum lebar kembali tergambar di wajah para perempuan ini. 

Aku berlari kesana kemari. Tak ada yang melarang. Top puncak Guntur kecil. Tidak seluas gunung-gunung lainya. Tapi sensasi mendakinya yang sangat hebat.

Saat itu masih disana masih sepi. Hanya ada beberapa orang yang sedang berfoto. Termasuk kita para penggila selfie ataujuga wefie. Tentunya tidak akan terlewat untuk berfoto ria.

Karena tanah di top puncak sama dengan puncak dua, kita kembali bersauna. Bugus dan Fitri sampai tertidur di tanah. Fitri pun masih saja menunaikan tgasnya sebagai penyiar radio. Ia melakukan live report di puncak Guntur.

Sejenak aku dan Gina duduk. Ku syukuri pengalaman ini pada Tuhan. Karena semua ini ijin Tuhan. Aku berdoa untuk keselamat tim ku. Karna bagaimana pun tujuan mendaki gunung adalah pulang ke rumah kembali.

Hingga akhirnya Ijal mengajak kita turun untuk berkemas dan pulang. 

#

Sebenarnya di perjalanan ini bukan tentang naik ke puncak, tapi tentang turun. Banyak cerita menyenangkan dan meyebalkan saat perjalanan turun. 

Akan ku ceritakan di pos-an selanjutnya. :)



ini yang namanya Pale
sebelum ke jalan







yang kita pikir puncak ternyata bukan -____-




Isan, Ijal, Tama, Udjo

Sauna alami, anget banget
Puncak asli ada di belakang kita
Puncak asli, akhirnya bisa summit di Guntur


You May Also Like

0 comments