Guru dan Murid
![]() |
Fenomena ini sangat kentara di antara murid-murid sekolah menengah pertama dan atas. Rasa takut pada guru hilang entah kemana. Tata krama menguap begitu saja. Entah siapa yang harus disalahkan dalam fenomena ini.
Begitupun ditempat saya bekerja. Kebetulan saya mengajar di kelas Sembilan yang tengah mengalami masa pemberontak. Tak jarang ketika saya sedang menjelaskan, mereka hanya bercanda dan mengobrol. Jika diperingatkan mereka hanya bertahan beberapa menit. Jika ditanya mereka menjawab asal dan bilang tidak mengerti. Sebaliknya ketika saya bertanya mana yang tidak dimengerti mereka kembali diam. Dan ketika nilai mereka kecil, mereka menyalahkan guru.
Nilai kesopanan dan tata krama sekarang sudah pudar. Sekalipun diajarkan di sekolah, murid hanya menerima di telinga kanan dan keluar di telinga kiri. Berbeda dengan jaman dulu yang dimana guru sangatlah disegani. Saya tidak membenarkan kontak fisik yang dilakukan guru pada murid yang salah. Tapi nyatanya dulu jika murid itu salah kontak fisik dilakukan guru dan membuat murid jera.
Kita kesampingkan masalah HAM, guru yang melakukan kontak fisik malah dilaporkan ke polisi. Jika berpikir dengan logika, guru mana yang akan melakukan kontak fisik jika murid tersebut tidak berbuat ulah. Orang tua yang terlalu menye pada anak, sering menyalahkan guru jika anaknya berbuat salah. Ini juga berakibat pada prilaku anak di sekolah. Karna sering dimanja oleh orang tua, akan berprilaku seenaknya pada guru sekolah. Ketika mareka dimarahi oleh guru, mereka akan mengatakannya pada orang tua, dan orang tua akan datang ke sekolah.
Tak jarang orang tua menyalahkan guru dalam hal ini. Beberapa waktu lalu ditempat saya bekerja, ada orang tua yang datang dan marah-marah karena anaknya dipukul oleh siswa lain. Dengan pengertian rekan kerja saya menjelaskan kejadian sebenarnya, setelah semua anak di kelas tempat kejadian. Dan benar ada sebab, ada akibat. orang tua anak tersebut keukeuh anaknya tidak salah, dan tetap menyalahkan guru yang katanya tidak becus mendidik anak.
Hey, anak yang belajar bukan anak kalian saja, ada beratus anak yang kami didik. Kami tidak bisa mengontrol setiap anak. Bahkan satu guru yang masuk ke dalam kelas itu, mendidik sedikitnya 25 anak. Jadi bagaimana orang tua menyalahkan guru dalam hal ini.
Saya juga tidak sepenuhnya menyalahkan orang tua dalam masalah ini, hanya saja guru dan orang tua memiliki porsi nya masing-masing dalam mendidik anak. Murid menjadi anak orang tua ketika di rumah, dan murid menjadi anak guru jika ada di sekolah. Yang artinya murid menjadi tanggung jawab orang tua di rumah dan murid menjadi tanggung jawab guru di sekolah. Dengan dimasukanya anak ke sekolah, otomatis, orang tua mempercayakan anaknya pada para pengajar di sekolah.
Sebelum terjun dalam dunia pendidikan seperti sekarang, ketika saya menonton televisi tentang kekerasan pada murid, salah turut ikut menyalahkan guru. Namun seiring berjalannya waktu, dan beberapa ‘tuntutan’ untuk guru rasanya tidak adil jika orang tua menyalahkan guru, ketika anaknya berbuat salah.
Selain itu, banyak hal yang dikorbankan oleh guru. Emosi yang harus ditahan. Waktu yang terkadang padat. Membuat silabus pembelajaran. Membuat suasana kelas menjadi nyaman. Mengurus anak orang lain. Banyak yang alami guru, yang kadang tidak murid sadari.
Murid hanya menerima apa yang sudah matang, materi yang sudah dirancang dengan sedemikian rupa oleh guru. Yang terkadang tidak diindahkan oleh murid. Dan masalah jadwal per pelajaran, murid tidak tahu seberapa pusingnya PKS Kurikulum dalam menyelaraskan jadwal perharinya dengan kekosongan jadwal guru tersebut dengan sekolah lain. Yang kadang jika ada jadwal bentrok atau guru tidak masuk, murid sering kali protes tidak jelas.
Bukan saya mengeluh soal murid yang membrontak pada guru. Hanya saja, sedikit nya murid menghargai apa yang dikerjakan oleh guru. Aneh saja, belajar sudah semakin mudah, tapi hormat pada guru semakin memudar
Sumber Foto: https://news.zing.vn/nhung-sai-lam-giao-vien-nen-tranh-post574373.html
0 comments